Lokasi rumah Marcellinus Didiek Ananto , dan Daftar Lokasi Gua Maria di seluruh Indonesia

Permenungan tentang Sikap.

Semakin lama kita hidup, semakin kita sadar
Akan pengaruh sikap dalam kehidupan (seharusnya)

Sikap lebih penting daripada ilmu,
daripada uang, daripada kesempatan,
daripada kegagalan, daripada keberhasilan,
daripada apapun yang mungkin dikatakan
atau dilakukan seseorang.

Sikap lebih penting
daripada penampilan, karunia, atau keahlian.
Hal yang paling menakjubkan adalah
Kita memiliki pilihan untuk menghasilkan
sikap yang kita miliki pada hari itu.

Kita tidak dapat mengubah masa lalu,
Kita tidak dapat mengubah tingkah laku orang,
Kita tidak dapat mengubah apa yang pasti terjadi,
Satu hal yang dapat kita ubah
adalah satu hal yang dapat kita kontrol,
dan itu adalah sikap kita.

Dan kita seharusnya semakin yakin bahwa hidup adalah
10 persen dari apa yang sebenarnya terjadi pada diri kita,
dan 90 persen adalah bagaimana sikap kita menghadapinya.

Sumber : http://katakatamutiara.com/

Hidup seperti SEMAR ?!!?!


Semar bertubuh tambun: melukiskan keluasan hatinya. Ati segara, begitu kata orang Jawa: hati bagai samudera. Makin luas hatinya berarti makin halus pula rasa-nya. Dalam literatur Jawa, rasa adalah inti terdalam manusia, kebenaran tertinggi. Makin halus rasanya, berarti makin dekat orang itu pada inti kebenaran, makin tinggi tingkat spiritual-nya. Dan makin halus rasa seseorang, dia akan menjadi makin momot, makin luas ruang hatinya, sehingga bagai samudera yang bisa menampung ribuan sungai yang mengalir kepadanya tanpa menjadi penuh maupun kotor.
Sebaliknya makin kasar rasa seseorang, makin rendah tingkat spiritual-nya, makin kaku sikapnya, dan makin sulit menerima pandangan yang berbeda, tidak bisa hidup tenteram dengan kelompok lain, mau menang sendiri... dan ugal-ugalan. Lebih celaka lagi, dengan mengatas-namakan agama dan Tuhan!

Bagaimana kita dapat menggali
inti terdalam manusia, kebenaran tertinggi, kejujuran, cinta kasih. Ya... seandainya (mengandai-andai) di lingkungan kita sendiri jika semua individi sudah dapat menggali diri sendiri seperti kalimat diatas, pasti hidup

bermasyarakat itu akan indah tanpa saling membenci, saling iri, saling menyalahkan, saling.. dan saling yang lain akan bermunculan. Maka dari itu, mawas dirilah yang harus coba pada setiap individu.

Usia Tua ternyata belum tentu dewasa apalagi bijaksana

Aku sekarang usia hampir 34 thn, aku mencoba untuk merefleksikan diriku sendiri. Ternyata aku sampai umurku saat ini masih saja mengeluh dengan semua yang sudah aku nikmati (bersyukur ? aku belum bisa bersyukur), ternyata pengalaman hidup adalah proses untukkita menjadi diri kita seutuhnya. Ada 1 kisah, seorang yang ternyata hidup dengan semua yang serba lebih dari cukup masih bisa dikalahkan dengan yang namanya ego dan emosi... dan yang lebih buruk.. semua itu (ego dan emosi) dapat membuat tabiat yang kurang terpuji (tidak ada kasih dan sayang antar sesama) dilihat kita sebagai mahluk Allah yang (katanya) sempurna. Apa sih biar aku ini bisa di lihat sosok yang dewasa dan bijaksana? Apa semua tindakan harus dilandasi dengan cinta kasih ? Apa hidup ini harus di syukuri? atau Apa...................................?

Aku ingin menjadi manusia yang dewasa, bijaksana dan hidup penuh syukur atas Rahmat yang telah diberika-Nya.

jambulwan Made with My Cool Signs.Net